Pemerintah Jepang, Jumat (9/1/2015), menerbitkan undang-undang baru
yang akan "memaksa" para karyawan negeri itu untuk berlibur.
HarianYomiuri Shimbunmengabarkan, para karyawan di Jepang sangat
"malas" untuk mengambil cuti. Sepanjang 2013, mereka hanya mengambil
kurang dari separuh jatah cuti. Dengan peraturan baru ini, Pemerintah
Jepang berharap bisa meningkatkan angka liburan para karyawan hingga
70 persen pada 2020.
Pada masa pertumbuhan ekonomi yang tak menentu ini, banyak perusahaan
Jepang yang meminta para karyawannya bekerja lebih keras. Banyak
karyawan muda yang harus bekerja lembur lebih dari 100 jam selama satu
bulan.
Namun, hampir dua pertiga karyawan di Jepang ternyata enggan mengambil
jatah cuti karena mereka merasa sungkan dengan para rekan kerjanya.
Menurut hasil studi Institut Pelatihan Kebijakan Tenaga Kerja Jepang,
lebih dari separuh karyawan di negeri itu mengatakan bahwa mereka tak
sempat berlibur karena beban kerja yang terlalu banyak.
Para karyawan itu juga mengatakan, mereka yang mengambil cuti pada
masa kesulitan ekonomi seperti saat ini berisiko dianggap sebagai
seseorang yang tak memiliki komitmen. Alhasil, kasus-kasuskaroshi atau
meninggal dunia karena bekerja terlalu keras kini menimpa semua
lapisan karyawan, mulai dari yang berusia tua hingga muda.
Saat ini, para karyawan di Jepang memiliki hak 10 hari cuti setahun.
Jumlah hari cuti itu bertambah sehari setiap tahun hingga mencapai
angka maksimal, yaitu 20 hari setahun. Undang-undang baru itu setelah
diberlakukan akhir Januari nanti diharap bisa membuat pihak pengelola
perusahaan memastikan karyawan mereka mengambil jatah cuti tahunan.
Pemerintah Jepang mengatakan, undang-undang baru itu dibuat untuk
mencegah beban kerja yang terlalu banyak dan memungkinkan para
karyawan memiliki keseimbangan dalam kehidupan serta pekerjaan.
Sumber : Kompas.com
No comments:
Post a Comment